Jumat, 12 Juni 2009

WARUGA!!!!! (STONE TOMB) MENJADI SEJARAH DI ANTARA SEJARAH ( THE LOST TOMB)

Hooi… Tonsea!!
So taruh dimana lei ngoni pe otak, Ada beking apa jo selama ini
Sampe samua karja ngoni nda tolak, Dari Sarjana sampe papancuri
Hooi… Tonsea!!
Tu dulu- dulu so nda rupa skarang kang, Torang baku kanal deng baku sayang
Kyapa kwa mo iko tu salah, Biar mo rugi mar torang tetap maso sorga
Hooi… Tonsea!!
Kyapa kwa mo rusak tu Utang klabat? Kyapa dang Cuma sablah mata lestarikan Tumatenden
Kyapa dang tu Batu Nona so nda dapa lia? Kyapa dang tu Tatelu deng Likupang so punung racung merkuri? Kyapa dang tu waruga orang boleh pancuri??
Kyapa dang??? Kyapa dang???
Hooi Tonsea!!
Mo suka torang pe Opo mo tegor? Mo suka tu shio kurur kaseh ancor?
Mo suka torang so nda ada aer? Mo suka torang tinggal sablah aer?
Mo suka Tonsea… Mo SUKA!!!!!!
(Puisi “Tonsea Dilema”,dari Buku Puisi malayu Minahasa Jongen Spoken)


Mungkin teriakan sajak malayu manado di atas belum dapat dimengerti sebagian orang, tapi buat saya itulah konsep yang sedang di tuai didaerah minahasa utara, daerah saya sendiri.. betapa memiriskan hati ketika mendengar dan melihat ada oknum - oknum yang dengan sengaja merusak fondasi budaya, ornament bangunan yang telah lama dibangun dan disusun oleh para nenek moyang kita dengan sengaja, yang lebih menyakitkan hati lagi setiap barang yang di temukan itu dijual kepada oknum yang tidak mengenal adat dan budaya.
Tanggal 13 mei 2009 saya meluncur ke pameran SULUT Fair diseputaran kayuwatu, di antara sebagian atraksi pertunjukkan stend dari berbagai daerah di Sulut bahkan ada pula yang dari luar daerah, betapa bangganya stend minahasa utara berdiri kedua paling depan deretan pintu masuk pameran dengan menampilkan kemegahan potensi budaya yang tak ternilai. Misalnya saja Waruga, pancurang Tumatenden, Tanjung Pulisan, Pulau Gangga, Pulau Lihaga air terjun Tunan talawaan dan lain- lain. Salah satu potensi budaya yang paling menarik hati saya adalah Kuburan Tua atau yang di sebut WARUGA.

Tanggal 23 mei 2009 pagi saya tercekat bangun dari mimpi melihat sebuah pesan pendek di telpon genggam saya yang dikirim dari steleng Mawale Movement Tomohon bernama Greenhill Weol yang membuat darah saya seakan- akan sudah tidak ada lagi dalam tubuh : “ada waruga yang dicuri!!, informasi dari dr. Ives Dungus, Waruga terletak dilokasi perkebunan Koloay atau Opa kandung dari informer tersebut”. Ada kejanggalan dalam hati ini ketika membayangkan hal itu, apa maksud dari semua ini? Setelah berkonfirmasi dengan segenap teman - teman di seluruh steleng Mawale Movement daerah Minahasa Raya, Dengan Suzuki Manguni shogun, motor kesayangan saya, cepat melesat kearah rumah Charlie Samola, anggota gerakan mawale Movement wilayah Kalawat bawah. Berbagai informasi saya simpan untuk sebuah tulisan nantinya tapi pengusutan dan penyelesaiannya biarlah teman saya Charlie dan semua teman- temannya yang akan menyelesaikannya. Di sela – sela pembicaraan, kamipun merasa sempat mengumpulkan informasi tentang keberadaan Waruga, arti, nilai dan tujuannya.

Waruga atau kuburan tua adalah peti kubur peninggalan kebudayaan megalithic orang minahasa yang berkembang awal abad ke 13 SM, tapi kemunculannya di tafsir sekitar abad ke 16 pertengahan. Waruga pertama muncul di daerah bukit kelewer, Treman dan Tumaluntung dan terus berkembang diberbagai daerah di sulawesi utara sampai awal abad 20 masehi.
Menurut sejarah tertulis dan tuturan, waruga berasal dari bahasa Tombulu (salah satu dari anak suku minahasa) dari kata Wale maruga yang berarti; rumah dari badan yang akan kering, sedangkan dalam arti lainnya wale waru atau; Kubur dari domato (jenis tanah lilin) yang isinya tubuh yang akan hancur. Umur Waruga tidak dapat dipastikan karena bangsa Minahasa pada saat itu belum mengenal tulisan namun berdasarkan berbagai sumber waruga telah ada sebelum zaman kristianisasi atau sebelum abad 16 masehi. Waruga terdiri dari dua bagian yaitu bagian badan dan bagian tutup. bagian badan berbentuk kubus dan bagian tutup berbentuk menyerupai atap rumah.

Waruga berfungsi sebagai wadah penguburan mayat atau orang yang sudah meninggal. Pada zaman pra-sejarah masyarakat minahasa percaya bahwa roh leluhur memiliki kekuatan magis sehingga wadah kubur mereka harus dibuat sebaik dan seindah mungkin dan hal yang paling menarik ialah setiap waruga (kuburan tua) itu dibuat oleh orang yang akan meninggal itu sendiri dan ketika orang itu akan meninggal dia dengan sendirinya akan memasuki waruga itu setelah diberi bekal kubur yang selengkapanya, kelak bila itu dilakukan dengan sepenuhnya akan mendatangkan kebaikan bagi masyarakat yang di tinggalkan.

Di sulawesi utara banyak lokasi yang memiliki waruga. Lokasi itu disebut sebagai situs karena mengandung benda cagar budaya. Pada saat ini situs- situs itu banyak yang sudah menjadi perkampungan atau ladang penduduk dan tidak teratur dengan baik. Kompleks waruga sekarang ini sering juga disebut orang sebagi Minawanua, Makawale atau bekas kampung. Sesuai dengan kepercayaan masyarakat pra-sejarah, situs-situs itu kebanyakan berada pada di daerah ketinggian. Situs waruga di minahasa khususnya minahasa utara antara lain terdapat di Treman (±368 waruga), di Sawangan (±144 waruga), Airmadidi bawah (±80an waruga) dan juga disekitar Kaima, kauditan, tumaluntung, matungkas, laikit, likupang, kawangkoan kuwil, sukur, suwaan dan ada juga ditempat lain di daerah minahasa raya. bahkan ada juga waruga yang ditmukan di daerah luar minahasa, misalnya di jakarta, pantai selatan Banten, bandung, kalimantan dan halmahera. Bentang alam daerah khususnya minahasa utara ini merupakan lembah alluviasi batuan dasar tufa. Lembah alluviasi itu terbentuk oleh material hasil pengikisan lereng gunung Klabat. Gunung berapai inilah yang menyediakan bahan batuan untuk membuat waruga.

Waruga adalah peti kubur peninggalan budaya Minahasa pada zaman megalitikum. Didalam peti pubur batu ini akan ditemukan berbagai macam jenis benda antara lain berupa tulang- tulang manusia, gigi manuisa, periuk tanah liat, benda- benda logam, pedang, tombak, manik- manik, gelang perunggu, piring dan lain- lain. Dari jumlah gigi yang pernah ditemukan didalam waruga, diduga peti kubur ini adalah merupakan wadah kubur untuk beberapa individu juga atau waruga bisa juga dijadikan kubur keluarga (common tombs) atau kubur komunal. Benda- benda periuk, perunggu, piring, manik- manik serta benda lain sengaja disertakan sebagai bekal kubur bagi orang yang akan meninggal.

Peninggalan megalitik merupakan peninggalan masa lalu yang menarik. Baik dari segi sejarahnya maupun dari segi bentuk dan hiasan. misalnya saja pada umumnya waruga sering bermotifkan pahatan gambar timbul yang mempunyai banyak arti. Di sawangan, ada sebuah waruga yang bermotifkan gambar seorang dewa bertanduk yang modelnya persis seperti gambar yang ada di dalam sebuah buku bersejarah & disimpan disuatu museum terkemuka di Eropa bernama “Codex Gigax” atau (Alkitab iblis) (sumber.link www.Minahasa-sastra.blogspot.com-www.tou-minahasa.blogspot.com). ada juga yang bermotifkan gambar binatang sepeti anjing, ular, burung dan lai- lain. Lasimnya setiap motif itu mempunyai arti atau sifat yang sama dari stiap orang yang meninggal, Oleh sebab itu peninggalan megalitik ini sangat bermakna untuk dilestarikan.

Peninggalan batu waruga dan batu- batu lainnya seperti, Watu Sumanti Tomohon (batu yang dipercaya masyarakat sekitar bisa hidup dan bertumbuh), Watu Tumotowa hampir diseluruh wilayah Tontemboan (batu penanda berdirinya sebuah wilayah atau kampung), watu kakese’en Sonder (batu penanda terbaginya suatu daerah menjadi beberapa bagian), Watu Shio kurur, di hampir seluruh wilayah minahasa terdapat batu ini (batu penanda tempat berdiamnya dotu Shio kurur) dan lain-lain sudah diteliti secara arkeologis. Dan Dari penggalan paragraf di atas sepertinya menceritakan sebuah frame kebudayaan yang sudah sangat tinggi pada zaman itu bagi masyarakat minahasa khususnya tonsea, apalagi melihat kondisi masyarakatnya yang sudah sangat menjunjung tinggi kebudayaan lewat pengetahuan tentang arti, makna serta simbol yang dijadikan perantara kepada dan oleh sesuatu yang di anggap bijaksana dan tinggi sangat mempunyai nilai tak terhingga. Artefak sebagai hasil budaya manusia masa lalu, biasanya dibuat bukan hanya untuk keperluan sehari- hari namun kebanyakan ditujukan pula untuk menghormati serta menghargai roh nenek moyang leluhur mereka. Oleh sebab itu dibuat semegah dan seindah mungkin, sesuai dengan status nenek moyang itu semasa hidupnya. Waruga juga adalah sebuah peti kubur terbesar di minahasa yang menpunyai panjang sampai ±5 meter berdiameter 2 meter (waruga ini bisa ditemukan di daerah pinabetengan makawale).
Apa yang kita lakukan sekarang? Pertanyaan mulai timbul ketika terjadi pengrusakan dan pencurian waruga marak didengar saat ini. Apa kita sudah lupa bahwa kita mempunyai kesadaran tentang nilai- nilai estetika yang diterapkan oleh nenek moyang kita ataukah kita akan mencoba merusakkannya hanya dalam kurun waktu yang cepat, sehingga bisa merugikan bahkan membunuh generasi kita selanjutnya… “bangsa yang besar adalah bangsa yang menghormati dan menghargai adat, tradisi dan warisan budayanya”. Tapi Kenapa di antara kita ada saja oknum- oknum yang notabene sudah memiliki pengetahuan yang lebih tinggi dari nenek moyangnya tapi dnegan sengaja ingin membunuh akar bangsanya sendiri dengan membanalisasi artefak- artefak yag benilai tinggi, yang ditinggalkan sebagai bekal generasi, yang mempunyai makna sebagai identitas diri harus dilenyapkan? Mungkin kita perlu mawas diri dan melihat lebih jauh kebelakang tentang apa maksud kandungan yang sudah dibangun para nenek moyang karena walaupun kita orang yang pada saat ini sudah mempunyai pengetahuan yang sangat modern dan tinggi padahal tidak memiliki kebijaksanaan seperti para mereka… coba kita renungkan! Pikiran itu terlintas pendek ketika kaki saya sudah berada di atas pedal motr manguni shogun.. dan terus mencari…

Tulisan : Chandra dengah rooroh
www.tonsea.blogspot.com

2 komentar:

baru mengatakan...

tuch di batu nona,..jangan salahkan orang tonsea,..tapi coba ngoni lia, so banyaitu uti-uti deng itu orang buton yang mo serusak budaya disini,..seakan-akan dorang mo ator pa torang,...lebe bae user jo pa dorang,..cuma pendatang lei dorang kong mo serusak torang pe budaya yang solama torang da jaga,....

BELAJAR BAHASA mengatakan...

Kebudayaan Minahasa hendaknya di lestarikan

Torang so gabera!!!

Torang so gabera!!!

IDENTITAS

IDENTITAS

KREATIVITAS

KREATIVITAS

KONTEKSTUALITAS

KONTEKSTUALITAS

Buku - buku Sastra Tonsea

Puisi koleksi Chandra Dengah Rooroh

DENDAM RUMPUT LIAR

DENDAM RUMPUT LIAR

JONGEN SPOKEN

JONGEN SPOKEN

Orang Tonsea

Orang Tonsea